Tafsir

Prioritas dalam Sedekah Menurut QS Al Isra 28 – 29

Pembaca rahimakumullah, sedekah adalah amal yang sangat dianjurkan di dalam Islam. Namun ingat, sedekah juga memiliki skala prioritas dan rambu-rambu tertentu agar seseorang tidak ekstrim kiri atau ekstrim kanan. Apa prioritas dalam Sedekah? Teruskan membaca!

Prioritas Penerima Sedekah Kita

Pembaca rahimakumullah, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

‏وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ‏

“Dan berikanlah hak kepada sanak kerabat, orang miskin, dan orang yang melakukan perjalanan,” [QS Al-Isra: 26].

Tentang ayat ini, Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma menjelaskan:

بَدَأَ فَأَمَرَهُ بِأَوْجَبِ الْحُقُوقِ، وَدَلَّهُ عَلَى أَفْضَلِ الأَعْمَالِ إِذَا كَانَ عِنْدَهُ شَيْءٌ 

Allah memulai firmanNya dengan memerintahkan NabiNya untuk menunaikan hak-hak orang lain serta menunjukkan kepada beliau beberapa amalan yang utama (yaitu memberikan sesuatu kepada orang lain) jika beliau memiliki sesuatu (untuk disedekahkan).

Penjelasan:

  1. Sedekah adalah satu dari sekian amal di dalam Islam yang paling utama
  2. Penyebutan sanak kerabat sebelum orang miskin dan Ibnu Sabil menunjukkan urutan prioritas
  3. Orang yang paling punya hak untuk menerima sedekah dari kita adalah 
    1. keluarga inti (lalu melebar ke keluarga besar), 
    2. orang-orang miskin, baru kemudian 
    3. Ibnu Sabil atau orang yang sedang melakukan perjalanan non-maksiat, dan dia kehabisan bekal
  4. Sedekah dari suami kepada keluarga inti (istri dan anak) sifatnya wajib, lalu kepada sanak kerabat (keluarga besar), juga orang miskin dan Ibnu Sabil, ini ditunaikan jika seseorang memiliki kelebihan harta setelah dialokasikan untuk sedekah yang wajib (nafkah kepada istri/anak).

Jika Diminta, Tetapi Tak Punya

Pembaca rahimakumullah, bagaimana jika seseorang dari kalangan miskin atau Ibnu Sabil, atau sanak kerabat meminta sedekah dari kita, tetapi kita tidak memiliki apa-apa? 

BACA JUGA:  Tafsir Surat Al Baqarah 37 – Taubat Nabi Adam

Dalam hal ini, Ibnu Abbas membacakan firman Allah taala:

‏وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ رَبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُلْ لَهُمْ قَوْلاً مَيْسُورًا‏

“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas,” (QS Al-Isra: 28).

Tentang ayat ini, Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma menjelaskan:

وَعَلَّمَهُ إِذَا لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ شَيْءٌ كَيْفَ يَقُولُ

Allah mengajari NabiNya tentang apa yang harus diucapkan (kepada orang yang meminta sedekah dari kita) jika Nabi ﷺ tidak memiliki sesuatu.

Kemudian Ibnu Abbas melanjutkan:

عِدَّةً حَسَنَةً كَأَنَّهُ قَدْ كَانَ، وَلَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ، 

“Berikan janji yang baik (kepada orang yang meminta sedekah). Bersikaplah seolah-olah apa yang apa yang kita janjikan itu sudah ada (meskipun aslinya tidak ada). Dari janji itu kita sembari berdoa semoga Allah menjadikannya ada di kemudian hari, plus permohonan kita itu semoga diamini oleh orang yang meminta dari kita tadi. Dengan demikian, semoga Allah benar-benar mengabulkan permohonan kita itu, in sya Allah.

Penjelasan:

  1. Jika seseorang meminta sedekah dari kita, tetapi kita tidak punya apa-apa, ucapkan ucapan semisal, “Maaf, Pak. Kami sedang tidak memiliki apa-apa saat ini. In sya Allah apabila nanti kami ada rezeki, dan bapak membutuhkannya, silakan datang ke mari, tentu kami akan memberinya. Mohon doanya ya, Pak.”
  2. Jika dipikir-pikir, ucapan seperti ini adalah jauh lebih baik daripada langsung menolak permohonan orang yang membutuhkan, tanpa diikuti dengan penjelasan mengenai kondisi finansial kita. Jika orang yang meminta akhirnya tahu kondisi kita, lalu mengetahui niat baik kita yang akan memberi jika memiliki kelebihan harta, bukan tidak mungkin mereka yang duafa itu akan turut mendoakan kita. 

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ؟

“Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki lantaran orang-orang lemah di antara kalian?” [Sahih Bukhari: 2896].

Ekstrim Kanan vs Ekstrim Kiri dalam Sedekah

Pembaca rahimakumullah, di akhir kutipan riwayat ini, Imam Al Bukhari menulis tentang penafsiran sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma tentang QS Al-Isra 29. Di dalam ayat ini terdapat faidah yang sangat bagus agar kita tidak jor-joran dalam sedekah, juga tidak terlalu pelit dalam sedekah. 

BACA JUGA:  Tafseer Al-Qiyamah (1-15): Life is Once?

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ ٱلْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا

Arab-Latin: Wa lā taj’al yadaka maglụlatan ilā ‘unuqika wa lā tabsuṭ-hā kullal-basṭi fa taq’uda malụmam maḥsụrā

Arti: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal,” (QS Al-Isra: 29).

Tentang firman Allah, “jangan kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu” adalah Sahabat Ibnu Abbas berkata: 

‏لاَ تُعْطِي شَيْئًا

“Tidak memberi sama sekali.”

Penjelasan: 

Ketika ada orang yang sangat membutuhkan meminta sedekah dari kita, lalu kita tidak memberinya sama sekali, tidak pula memberikan janji dan penjelasan tentang keadaan kita. Ini adalah kelompok ekstrim kiri, yaitu kelompok yang sangat pelit atau bakhil dalam sedekah.

Lalu tentang firman Allah, “janganlah kamu terlalu mengulurkannya,” maksudnya:

تُعْطِي مَا عِنْدَكَ

“Memberikan semua yang kita punya.”

Penjelasan:

Ini adalah perilaku ekstrim kanan, atau orang yang terlalu jor-joran dalam sedekah hingga tidak meninggalkan apa-apa bagi dirinya atau keluarganya. 

Atau, dia terlalu jor-joran dalam memberikan nafkah kepada istri dan anak, hingga tidak meninggalkan apa-apa bagi dirinya, tabungan masa depan, juga bagi amal kebaikan yang wajib.

Lalu tentang firman Allah, “tercela dan menyesal,” maksudnya:

يَلُومُكَ مَنْ يَأْتِيكَ بَعْدُ، وَلاَ يَجِدُ عِنْدَكَ شَيْئًا ‏

“Kita tidak punya apa-apa untuk disedekahkan kepada orang yang datang setelah orang yang kita beri secara jor-joran.”

Penjelasan:

Atau tercela karena kita akhirnya dikenal sebagai orang yang bakhil, dan terlalu jor-joran dalam sedekah hingga hanya terpusat pada satu orang saja, sedang di saat yang sama ada orang lain yang membutuhkan.

Kemudian ada satu nasihat baik dari Ibnu Abbas:

‏قَدْ حَسَّرَكَ مَنْ قَدْ أَعْطَيْتَهُ‏

“Ada kalanya engkau akan menyesal kepada orang yang engkau beri.”

Penjelasan:

  1. Karena kita jor-joran memberi uang kepada sahabat atau teman nongkrong, hingga tak tersisa untuk kebutuhan istri dan anak. Lalu ketika anak dan istri mengajukan permintaan nafkah, kita sudah tidak memiliki apa-apa.
  2. Karena kita jor-joran dalam memberi nafkah kepada istri/anak, hingga ketika waktunya Hari Perhitungan, kita menyesal tidak pernah mengalokasikan harta untuk proyek kebaikan.
BACA JUGA:  Adabul Mufrad 5 dan 6: Berbakti kepada Ayah

Kesimpulan

Dari penjelasan sahabat Ibnu Abbas terhadap ayat 28 dan 29 Quran Surat Al Isra, bisa kita simpulkan beberapa pelajaran sebagai berikut:

  1. Sedekah termasuk amal yang utama di dalam Islam
  2. Sedekah memiliki prioritas, yaitu:
    1. Keluarga, (lalu keluarga besar)
    2. Orang miskin
    3. Ibnu Sabil
  3. Dianjurkan untuk berjanji kepada orang yang meminta sedekah jika kita sedang tidak memiliki harta untuk disedekahkan
  4. Larangan untuk terlalu ekstrim dalam bersedekah
  5. Larangan untuk terlalu pelit dalam bersedekah

Wallahu’alam bish shawwab.

Sukoharjo, 1 Januari 2023

Irfan Nugroho

Irfan Nugroho

Guru TPA di masjid kampung. Mengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa Nguter Sukoharjo. Penerjemah profesional dokumen legal atau perusahaan untuk pasangan bahasa Inggris - Indonesia dan penerjemah amatir bahasa Arab - Indonesia. Alumni Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) tahun 2008 dan 2013.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button