Oleh Imam Ibnu Katsir Rahimahullah
Allah ﷻ berfirman:
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ
وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي
عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ ٤١
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar),” (QS Ar-Ruum: 41).
Ibnu Abbas Radhiyallahuanhu,
Ikrimah, Adh-Dhahhak, As-Sauddi, dan para ahli tafsir lainnya berkata:
“Yang dimaksud dengan lafaz
Al-Barru pada ayat 41 adalah padang pasir yang tandus, sedangkan yang dimaksud
dengan al-bahru adalah kota-kota dan perkampungan,” (At-Tabari: 20/108).
Di riwayat lain dari Ibnu
Abbas radhiyallahuanhu dan Ikrimah disebutkan:
“Yang dimaksud dengan
al-bahru pada ayat ini adalah kota dan perkampungan yang terletak persis di
pinggir sungai,” (At-Tabari: 20/108).
Para ulama yang lain berkata, “Yang
dimaksud dengan al-barru adalah daratan dan yang dimaksud dengan al-bahru
adalah lautan.”
Zaid bin Rafi’ berkata:
“Telah nampak kerusakan”
artinya telah tampak kerusakan di darat dengan terhentinya hujan, yang
berakibat pada kemarau panjang. Dan telah tampak kerusakan di lautan dengan hasil
tangkapan yang semakin langka.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abi
Hatim, dia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdillah bin
Yazid al-Muqri, dari Sufyan, dari Humaid bin Qais al-A’raj, dari Mujahid, dia
berkata tentang firman Allah, “Telah tampak kerusakan di darat dan laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia,”
“Kerusakan di darat maksudnya
sering terjadi pembunuhan di antara manusia, sedangkan kerusakan di laut adalah
memakai perahu secara ghasab (tanpa izin pemiliknya).”
Jika kita mengacu pada
pendapat pertama, maka firman Allah “Telah tampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” maka ayat ini menyiratkan
bahwa kekurangan tanaman dan buah-buahan adalah akibat dari maksiat yang
dilakukan manusia.
Abul ‘Aliyah berkata:
مَنْ عَصَى اللَّهَ فِي
الْأَرْضِ فَقَدْ أَفْسَدَ فِي الْأَرْضِ; لِأَنَّ صَلَاحَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاءِ
بِالطَّاعَةِ
“Barang siapa yang durhaka
kepada Allah di muka bumi, berarti dia telah merusak kelestarian alam di bumi,
karena kelestarian langit dan bumi, sejatinya dengan sebab para penghuninya
yang selalu taat kepada Allah.”
Itulah mengapa disebutkan di
dalam sebuah hadis Rasulullah ﷺ
bersabda:
حَدٌّ يُعْمَلُ فِي الْأَرْضِ
خَيْرٌ لِأَهْلِ الْأَرْضِ مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا ثَلَاثِينَ صَبَاحًا
“Sesungguhnya satu had (sanksi
hukuman dalam syariat Islam) yang dilaksanakan di muka bumi akan lebih disukai
(akan lebih baik akibatnya) bagi para penduduk bumi daripada diturunkan hujan
selama 30 pagi,” (HR An-Nasai: 4904. Ibnu Majah: 2538. Tabrani: 927).
======
Catatan:
Ibnu Katsir menyebut hadis
tersebut riwayat Abu Dawud, tetapi tidak ditemukan narasi hadis tersebut di
Sunan Abu Dawud. Di dalam riwayat Ibnu Majah dan Tabrani disebutkan 40 pagi,
bukan 30 pagi.
Syekh Al-Albani di dalam Sahih
Sunan An-Nasai mengatakan hadis bernomor 4904 adalah Hasan, tetapi dengan lafaz
“40 hari,” dan mengatakan “Hasan
Sahih” pada hadis nomor 2538 dari Sunan Ibnu Majah.
======
Adapun alasan dari hadis di atas adalah karena
sebuah haad, bila telah diberlakukan niscaya akan menyebabkan mayoritas manusia
atau sebagiannya menjadi jera untuk melakukan tindakan-tindakan yang diharamkan
oleh Allah. Apabila kemaksiatan ditinggalkan, maka hal itu akan menjadi faktor
penyebab lahirnya keberkahan dari langit dan bumi.
Oleh sebab itu, di saat Isa bin Maryam turun di
akhir zaman nanti, dengan membawa hukum-hukum syariat yang suci seperti
membunuh babi, menghancur leburkan tiang-tiang salib, menghapus sistem Jizyah
(sebagai isyarat bahwa saat itu nanti agama yang berlaku hanyalah agama yang
diridai Allah, yaitu Islam), maka tidak ada tawaran yang meluncur dari mulut
beliau selain, “Masuklah ke dalam Islam, atau diperangi.”
Maka Allah membinasakan Dajjal, para pengikutnya,
dan Ya’juj dan Ma’juj. Dikatakan kepada bumi, “Wahai bumi! Keluarkan
keberkahanmu!” Maka sekelompok manusia bisa memakan sebuah delima dan bisa
berteduh dengan kulitnya, dan susu unta yang sedang diperah bisa diminum oleh
banyak manusia. Hal ini tidak lain karena keberkahan dari menjalankan syariat
Nabi Muhammad ﷺ. Ketika keadilan itu
sudah benar-benar ditegakkan, maka keberkahan dan kebaikan akan semakin banyak
dan berlimpah. Oleh sebab itu sebuah hadis dari Rasulullah ﷺ yang termaktub di dalam
kitab As-Sahih disebutkan:
إِنَّ الْفَاجِرَ إِذَا مَاتَ
تَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلَادُ ، وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ
“Sesungguhnya orang pendosa, ketika dia mati,
maka manusia, negeri, pepohonan dan binatang-binatang akan beristirahat dari
keburukannya,” (HR Bukhari: 6147. Muslim: 950. Baihaqi, Sunan Al-Kabir:
6439. Malik: 571. Ahmad: 22070. An-Nasai: 1931).
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah keterangan dari Abu
Qahdzam, dia berkata:
وَجَدَ رَجُلٌ فِي زَمَانِ
زِيَادٍ - أَوِ ابْنِ زِيَادٍ - صُرَّةً فِيهَا حَبٌّ ، يَعْنِي مِنْ بُرٍّ
أَمْثَالِ النَّوَى ، عَلَيْهِ مَكْتُوبٌ : هَذَا نَبَتَ فِي زَمَانٍ كَانَ
يُعْمَلُ فِيهِ بِالْعَدْلِ
“Seorang laki-laki di zaman Ziyad atau Ibnu Ziyad
menemukan sebuah kantung yang di dalamnya terdapat kumpulan biji gandum. Pada
biji tersebut tertulis, ‘Biji ini dihasilkan pada masa di mana keadilan
benar-benar ditegakkan.”
Wallahu’alam bish shawwab.