Fiqih

Kalau Ikhlas, Apakah Utang Riba Jadi Halal?

 

Pertanyaan: Assalamu’alaikum, Syekh. Seperti yang kita ketahui, riba itu haram di dalam Islam, tetapi dapatkah Anda menjelaskan ke saya kenapa riba itu haram. Saya punya sedikit uang, tetapi saya tidak tahu bagaimana menginvestasikan uabg tersebut. Ada seseorang yang tahu bagaimana mengelola uang tersebut. Jika saya memberikan uang saya kepadanya dan menetapkan sekian persen kepadanya sebagai bunga setelah adanya kesepakatan di antara kami berdua. Artinya, kalau kami berdua menyepakati adanya bunga, apakah bunga (riba) menjadi halal (tidak lagi haram)?
 
Jawaban oleh Syekh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid
 
Alhamdulillah
Riba, atau menambahkan kelebihan pada produk-produl tertentu, seperti menjual emas dengan kelebihan emas, atau dengan tidak menerima sesuatu padahal akad sudah disepakati, atau membayar lebih (bunga) atas suatu pinjaman, adalah haram karena Allah – yang mengatur alam semesta ini sesuai kehendakNya – telah melarangnya.
 
Tak ada yang bisa mempertanyakan kenapa Allah berbuat demikian. Sebaliknya, justru Allah yang akan menanyai manusia tentang apa yang mereka perbuat di Hari Kebangkitan kelak.
 
Allah telah menjelaskan bahwa riba itu haram dan telah memberi peringatan kepada siapa saja yang tidak meninggalkannya di beberapa ayat:
 
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِىَ مِنَ الرِّبٰوٓا إِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِينَ
 
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman,” [QS. Al-Baqarah: 278].
 
فَإِنْ لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوٰلِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
 
“Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan),” [QS. Al-Baqarah: 279].
 
Salah satu hal terpenting untuk diingat ketika membahas tentang Syariat Islam – dan inilah yang menjadi pembeda terbesar antara Syariat dengan undang-undang jahiliah nonislam – adalah:
 

Kesepakatan dua pihak atau lebih untuk melakukan sesuatu yang haram tidak lantas membuat barang yang haram tadi menjadi halal. 

 
Kalau seorang pria dan wanita setuju untuk berbuat zina, maka persetujuan kedua pihak tersebut tidak lantas membuat zina menjadi halal.
 
Kalau seorang pebisnis setuju dengan pihak bank untuk mendepositokan sejumlah uang di bank dan mengambil bunga darinya, atau si pebisnis tadi mengambil pinjaman dari bank tersebut dan setuju untuk membayar bunga dari pinjaman tersebut, maka kerelaan dari si pebisnis itu tadi tidak lantas membuat transaksi seperti itu menjadi halal.
 

Apa-apa yang haram akan selalu haram hingga Hari Kiamat.

 
Manusia itu tempatnya salah dan lupa. Manusia bisa saja tidak mengetahui apa-apa yang baik baginya atau baik bagi orang lain. Jadi, manusia bisa saja melakukan sesuatu yang berpotensi membahayakan dirinya atau orang lain.
 
Anda bilang di pertanyaan Anda bahwa Anda ingin memberi investasi berupa sejumlah uang kepada seseorang, dan Anda akan mendapat bagiannya. Tidak ada yang salah dengan hal ini, kalau dilakukan sesuai dengan syariat, termasuk di dalamnya ada konsep yang disebut dengan mudharabah (kemitraan sunyi), yaitu; Anda memberi uang kepada seseorang agar dirinya menjalankan bisnis atas nama Anda. Imbalannya adalah sekian persen dari keuntungan sebagaimana yang disepakati di awal.
 
Menurut syariat, yang dimaksud mudharabah itu seperti ini:
 
Orang yang menerima uang investasi tidak boleh menjamin modal tersebut, dan tidak boleh diminta untuk membayar modal tersebut, kecuali karena teledor atau sembrono. Kalau bisnisnya rugi, investor kehilangan modalnya, dan orang yang menerima investasi (tidak boleh diminta untuk mengembalikan modal karena) sudah mengalami kerugian dalam hal waktu dan tenaga.
 
Semoga Allah membantu Anda dan kita semua untuk mendapatkan harta yang halal.
 
Fatwa: 1507
Tanggal: 22 Maret 1998
Sumber: IslamQA
Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an At-Taqwa Sukoharjo)

BACA JUGA:  Niat Puasa Wajib, Kapan?

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button