Uncategorized

Tanya-Jawab Islam: Tetap Makan dan Minum Saat Azan Berkumandang

Pertanyaan:
Apa hukum makan dan minum ketika muazin sedang mengumandangkan azan atau sesat setelah azan, terlebih lagi jika tidak mengetahui batasterbitnya fajar?

Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Batasan imsak adalah terbitnya fajar, sebagaimana firman Allah -ta’âla-:

 فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ

“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam..” (QS. Al-Baqarah: 187)

Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:

كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ، فَإِنَّهُ لاَ يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

“Makan dan minumlah hingga Ibnu Umi Maktum mengumandangkan azan. Sesungguhnya dia tidak mengumandangkan azan hingga terbit fajar,” (HR Bukhari: 1919).

Sandarannya adalah terbitnya fajar. Jika muadzin dapat dipercaya dan dia diketahui tidak mengumandangkan azan kecuali fajar telah benar-benar terbit, maka wajib untuk imsak bersamaan dengan terdengar kumandang azannya. Adapun jika hanya mengira-ngira, yang lebih hati-hati adalah imsak ketika mendengar azan. Kecuali jika tinggal di barriah (padang pasir) dan dapat melihat fajar, dia tidak harus imsak sekalipun mendengar azan hingga melihatnya sendiri jika tidak ada penghalang. Karena Allah – ta’âla- mengaitkan hukum dengan menjelakan garis putih dan garis hitam fajar, dan Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda pada azan Ibnu Umi Maktum:

فَإِنَّهُ لاَ يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

“Sesungguhnya dia tidak mengumandangkan azan hingga terbit fajar,” (HR Bukhari: 1919).

Saya mengingatkan dalam masalah ini mengenai para muazin yang berazan 4 atau 5 menit sebelum fajar dengan sangkaan bahwa hal itu lebih hati-hati dalam berpuasa. Kehati-hatian di sini kami sifati sebagai tanatu’ (suatu yang berlebih-lebihan) bukan kehati-hatian yang syar’i. Nabi shalallahu alaihi wasalam telah bersabda:

BACA JUGA:  Kata-kata Bijak, Mutiara Hikmah Islam 28 November 2014

“Binasalah orang yang berlebih-lebihan,” (HR Abu Dawud: 4610).

Itu adalah kehati-hatian yang tidak sahih, karena merusak waktu shalat. Kebanyakan orang jika mendengar azan langsung mengerjakan shalat. Ketika melaksanakan shalat karena azan yang dikumandangkan sebelum waktu fajar berarti telah melakukan shalat sebelum waktunya. Shalat sebelum masuk waktu tidak sah. Karena itu ia telah berbuat buruk kepada orang yang shalat. Hal itu juga sebenarnya telah mengganggu orang yang puasa karena mencegah orang yang ingin puasa dari makan dan minum yang sebenarnya masih dibolehkan. Sehingga dia telah berbuat kejahatan bagi orang yang puasa dengan mencegah mereka dari apa yang sebenarnya masih halal dan kepada orang shalat sehingga shalat sebelum waktunya yang menyebabkan ketidaksahan shalat mereka. Kepada para muazin hendaklah bertakwa kepada Allah -azzawajalladengan mengupayakan yang paling benar sesuai dengan petunjuk al- Quran dan sunah.

Sumber:
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 2010. 48 Persoalan Puasa. Riyadh: Islamhouse

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button